Arti Munggahan Sebelum Puasa Menjelang Ramadhan

Peter Ariansyah March 26, 2024

Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, banyak kegiatan-kegiatan dan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kita seringkali mendengar istilah tradisi munggahan sebelum puasa, akan tetapi tidak mengetahui arti dari istilah tersebut. Sehingga tradisi ini membuat kita sedikit penasaran dengannya.

Tradisi ini sebenarnya sangat populer dikalangan masyarakat Jawa Barat khususnya Bandung. Kegiatan ini senantiasa dilestarikan setiap tahunnya agar menjadi ciri khusus untuk daerah Bandung ketika menyambut bulan Ramadhan. Sehingga tradisi yang satu ini amat sangat melekat dengan orang-orang sana.

Biasanya tradisi ini dilaksanakan pada akhir bulan Sya’ban menjelang Ramadhan tiba yang dilakukan secara turun temurun di lingkungan masyarakat Sunda. Sebenarnya bentuk tradisi serupa ini juga dilakukan di berbagai tempat terutama wilayah pulau Jawa, hanya saja dengan istilah tradisi yang berbeda.

Seperti misalnya Punggahan yang disebut oleh masyarakat Jawa Tengah dan Megangan yang disebut oleh masyarakat Jawa Timur. Tentunya tradisi unik ini akan menjadi topik yang menarik jika kita bahas dalam artikel ini. Jadi, bagi para pembaca yang penasaran dengan tradisi ini maka bisa menyimak ulasan berikut.

Asal Usul Istilah Tradisi Munggahan Sebelum Datangnya Bulan Suci Ramadhan

Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang dilakukan pada akhir bulan Sya’ban. Bentuk pelaksanaan tradisi masyarakat ini sebenarnya sangat bervariasi dan biasanya dilaksanakan satu atau dua hari menjelang bulan Ramadhan.

Munggahan sendiri diambil dari Bahasa Sunda yaitu unggah dengan memiliki arti naik atau meningkat. Jika dijabarkan yaitu naik ke bulan suci atau yang lebih tinggi derajatnya. Dengan kata lain, munggahan berarti perilah perubahan ke arah yang lebih baik dari bulan Sya’ban menuju Ramadhan.

Tradisi munggahan dimaksudkan sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah SWT untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk selama setahun sebelumnya. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan agar terhindar dari perbuatan yang tidak baik selama menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh Ramadhan.

Sehingga Muggahan ini menjadi salah satu tradisi yang bisa dibilang memiliki tujuan baik. Terlebih, tradisi ini biasanya dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga besar. Dengan adanya tradisi ini akan meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi yang dijalin antar keluarga jauh yang mungkin jarang ditemui.

Namun tetap saja tradisi seperti ini boleh dilestarikan akan tetapi jangan berlebihan dalam mengimplementasikannya. Jadi, tradisi ini bukan menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan ketika menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Dengan begitu, muggahan menjadi tradisi yang tetap dilestarikan dengan implementasi semestinya.

Baca Juga : Ide Jualan Di Bulan Puasa yang Kekinian Dengan Modal Kecil

Makna dan Arti Munggahan Sebelum Puasa Ramadhan

Makna dan Arti Munggahan Sebelum Puasa Ramadhan

Seperti yang kita bahas sebelumnya, Munggahan berarti naik ke tempat tinggi atau ke tempat yang lebih mulia yang dilakukan pada saat bulan Sya’ban menjelang Ramadhan. Tradisi ini sebenarnya banyak menjadi perdebatan para ulama yang memiliki pendapat berbeda menyikapi tradisi menjelang puasa ini.

Dari salah satu pendapat mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan ragam tradisi semacam munggahan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Apalagi pendapat ini juga didukung dengan tidak adanya riwayat yang menjelaskan tentang adanya tradisi-tradisi serupa untuk menyambut Ramadhan.

Sehingga para alim ulama menghimbau agar masyarakat tidak terlalu berlebihan dalam melakukan tradisi semacam ini menjelang bulan Ramadhan. Namun tradisi ini boleh dilakukan jika dengan tujuan untuk bersilaturahmi bersama kerabat dekat maupun jauh dan saling memaafkan menjelang bulan Ramadhan.

Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengkhususkan tradisi tertentu seperti munggahan dengan mengaitkan pada momen tertentu yang sama sekali tidak ada tuntunannya dari Rasulullah. Sementara itu, Ketua DKM PWNU Jabar, KH Ahmad Dasuki menjelaskan ada beberapa hikmah sebagai berikut.

  1. Sebagai ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  2. Sebagai bentuk dan rasa syukur.
  3. Ajang silaturahmi bersama kerabat.
  4. Sebagai momen untuk saling memaafkan kepada sesama.

Biasanya Munggahan ini dilakukan dengan cara kumpul bersama keluarga besar maupun ziarah kubur. Sehingga dengan kegiatan ziarah kubur juga dapat menjadi pengingat kepada kita bahwa suatu saat nanti akan berada di posisi sama dengan leluhur yang terlebih dahulu sudah meninggal dunia.

Baca Juga : Bacaan Doa Ziarah Kubur Bulan Ramadhan (Arab & Latin)

Proses Jalannya Tradisi Munggahan yang Biasa Dilakukan Oleh Masyarakat

Proses Jalannya Tradisi Munggahan yang Biasa Dilakukan Oleh Masyarakat

Seperti yang sudah kami sebutkan sebelumnya, tradisi munggahan ini dilakukan dengan cara ziarah kubur. Masyarakat yang melakukan tradisi ini biasanya mengirimkan doa untuk para leluhurnya yang telah meninggal dunia dengan tujuan mensyukuri masih dapat menikmati Ramadhan di tahun tersebut.

Pada proses pertama ini biasanya dilakukan pada saat Nisfu Sya’ban yang berziarah ke makam orang tua dan leluhur dengan kembang yang disebut dengan kembang setaman dan membawa air di dalam kendi atau menggunakan air dalam wadah untuk membuat makan orang tua dan leluhur terlihat lebih rapi.

Kemudian terdapat prosesi membersihkan diri dengan pergi ke tempat pemandian atau mandi wajib untuk memperoleh hasil yang bersih. Masyarakat Kota Bandung biasanya melakukan prosesi ini dengan pergi ke tempat rekreasi atau tempat pemandian umum yang berada di daerah Garut.

Setelah itu terdapat proses tradisi utama yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam munggahan. Proses tersebut adalah makan bersama yang biasanya dilakukan satu sampai dua hari sebelum memasuki bulan Ramadhan. Proses ini tentunya bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi sesama keluarga.

Biasanya menu makan pada tradisi munggahan ini adalah nasi, rendang, semur daging, oseng bihun, dan makanan-makanan ringan semacam rangginang, wajik, dan uli. Tentunya dari menu-menu makanan ini menjadi cerminan bentuk syukur karena diberikan rejeki yang melimpah dari Allah SWT.

Baca Juga : Niat Puasa Nyaur Utang Ramadhan & Puasa Senin Kamis

Beberapa Tradisi Daerah Lain yang Serupa Dengan Munggahan

Beberapa Tradisi Daerah Lain yang Serupa Dengan Munggahan

Setelah mengetahui secara lengkap mengenai arti munggahan sebelum puasa, tentunya pembaca dapat mengerti dari apa yang disampaikan. Namun, tahukah bahwa terdapat tradisi serupa di daerah lain yang memiliki istilah berbeda? Yap, dengan keberagaman suku dan budaya, memungkinkannya terdapat di daerah lain.

Bahkan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa di daerah Pulau Jawa saja memiliki istilah berbeda di setiap Provinsinya. Sehingga memungkinkan tradisi ini terdapat pada daerah lain di luar Jawa dengan istilah-istilah berbeda yang memiliki kesamaan proses pelaksanaannya.

Nah, pada artikel ini kami telah merangkum beberapa tradisi serupa yang terdapat pada daerah lain. Bagi para pembaca yang merasa penasaran dengan pembahasan ini maka terus simak artikel ini hingga selesai.

  1. Megibung : Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Islam Bali menjelang bulan puasa dengan cara makan bersama yang diselingi obrolan-obrolan ringan. Dalam satu jamuan pada tradisi ini akan dimakan oleh sekitar 4-7 orang.
  2. Padusan : Masyarakat Islam Boyolali juga melakukan tradisi yang dinamakan padusan. Tradisi ini dilakukan dengan cara mandi atau berendam di laut, air terjun atau sumber air yang dianggap keramat untuk menyucikan diri.
  3. Balimau : Tradisi masyarakat Minangkabau ini dilakukan dengan cara mandi menggunakan jeruk nipis di aliran sungai atau tempat mandi. Tradisi ini bertujuan untuk membersihkan diri secara lahir batin.

Itulah beberapa tradisi sebelum puasa selain munggahan yang memiliki arti dan tata cara yang hampir mirip. Namun perlu diingatkan bahwa tradisi ini tetap bisa dilestarikan namun dengan kadar mengimplementasi yang secukupnya. Sehingga tidak mengundang perdebatan antar masyarakat kita.

Artikel Terkait